…menulis untuk mencicil ketidaktahuan

Hidup Riang Gembira

Posted in agama, percikrenungan, Uncategorized by daengrusle on July 29, 2017

945762445.gif

(gambar: Samantha’s Blog)

Dulu, saya mungkin termasuk paling antusias untuk bergelut dalam diskusi tentang bagaimana keyakinan ditempatkan, terutama di ranah maya. Mungkin sisa-sisanya masih ada sampai sekarang.

Saking antusiasnya – ditambah bekal merasa diri benar, saya terkadang kepo bergerilya ke blog atau status social media kawan-kawan untuk mengklarifikasi pernyataan atau informasi yang mereka tulis yang menurut saya absurd, tak berdasarkan data, atau hanya sekadar persekusi tanpa sumber valid. Dahulu, dengan modal tekad “meluruskan” itu, saya memandang tema pemahaman agama sebagai hal yang sangat penting untuk di “diskusi” kan. Itu dulu, masa lalu.

Tapi kini, setelah melewati masa ke-kepo-an itu, pada titik tertentu saya merasa tak ada artinya segala bentuk kengototan dalam setiap diskusi. Sampai suatu ketika, ada quote Paulo Coelho yang berseliweran di timeline menyentak saya dengan bebaris kata-kata bijaknya ini “Don’t waste your time with explanations: people only hear what they want to hear” – gak usah habiskan waktu dengan penjelasan berbusa-busa, toh orang gak akan peduli – mereka hanya mau mendengar apa yang mereka suka. Baiklah.

Kita beruntung hidup di masa orang-orang sangat menghargai Hak Asasi, terlebih ada perangkat hukum yang membuat semua orang menjadi berhati-hati untuk mengambil tindakan. Di masa modern dengan pranata sosial yang sedemikian tertata baik, perilaku masyarakat mau tak mau dibatasi oleh norma-norma tersebut.

Anda boleh berbuat apa saja, asal rambu umumnya jangan dilanggar. Anda boleh berkata apa saja, asal ingat jangan sampai membuat orang lain terluka. Anda boleh merasa diri benar, tapi tindakan anda dipantau oleh hukum. Hukum tentu jangkauannya lebih luas, tidak terbatas pada keyakinan diri benar. Di ranah hukum, keyakinan Anda akan berhadapan dengan kepentingan umum, kepentingan orang banyak, yang dilindungi oleh hukum positif.

**

Apa yang perlu dibagikan saat ini?

Tidak usah hal-hal berat. Sekira hendak menguliti sesuatu, maka seriusilah dengan menelisik ke sumbernya. Carilah ahlinya, atau bacalah buku yang membahas tuntas soal itu. Dari social media anda tak akan dapatkan, kecuali hanya serpihan atau kutipan yang tak tuntas. Jauh lebih baik membagikan hal-hal ringan yang membuat kawan manapun, rela melirik dan kemudian dengan senang hati memencet tombol “suka”.

Hidup memang harus dibuat sebahagia mungkin. Tak ada yang perlu dibuat susah, apalagi membuat kepala dan pikiran berkerut-kerut. Kita lahir tanpa memiliki apa-apa, ketika mati pun demikian, tanpa membawa apa-apa. Dunia ini kecil, remeh dan enteng. Untuk apa dibuat jadi beban berat.

Di linimasa kita banyak terdengar kabar kawan-kawan mati muda. Atau depresi, atau kecewa. Mungkin akumulasi dari semua kekecewaan itu mendatangkan beban jiwa, memudahkan penyakit masuk. Badan menjadi lemah, kematian sewaktu-waktu mengintai. Mati dalam keadaan depresi, kecewa atau susah itu begitu menyedihkannya.

Kalau memang mati itu keniscayaan, kenapa tak berusaha mati dalam keadaan riang gembira. Tak perlu susah-susah memikirkan hidup. Buat dia riang, apalagi ini hidup yang singkat.

Tagged with: , ,

15 Responses

Subscribe to comments with RSS.

  1. Mugniar said, on March 10, 2019 at 7:18 am

    Saya setuju dengan bagian ini:

    Anda boleh berbuat apa saja, asal rambu umumnya jangan dilanggar. Anda boleh berkata apa saja, asal ingat jangan sampai membuat orang lain terluka. Anda boleh merasa diri benar, tapi tindakan anda dipantau oleh hukum. Hukum tentu jangkauannya lebih luas, tidak terbatas pada keyakinan diri benar. Di ranah hukum, keyakinan Anda akan berhadapan dengan kepentingan umum, kepentingan orang banyak, yang dilindungi oleh hukum positif.

    Dengan demikian, semua yang berbeda keyakinan bisa hidup dengan nyaman. Cuma ternyata ya orang-orang beda-beda juga, ya. Jadinya begitu deh, harus sering-sering diet media sosial.

    • daengrusle said, on March 10, 2019 at 7:35 am

      aha kak Niar, sa suka istilahta “diet medsos” – nanti saya pinjam ya untuk jadi salah satu judul status atau postingan 😀

  2. Mydaypack said, on March 10, 2019 at 9:05 am

    judul yang menarik, karena dengan menulis otomatis kita juga banyak membaca, dan kalau membaca otomatis kita juga menambah wawasan baru

  3. ndypada said, on March 10, 2019 at 8:39 pm

    Saya masih sering share kegalauan di sosmed. Padahal benar yang Daeng Rusle bilang. Di sosmed orang butuh yang ringan-ringan saja. Sudah penat kepala di dunia nyata, masuk sosmed, tentu ingin rileks. Bukan malah makin mumet.

  4. Daeng Ipul said, on March 10, 2019 at 11:08 pm

    Masalahnya ada orang yang merasa bahagia dengan mengusik keyakinan orang lain.
    Justru dengan begitu dia merasa hidupnya ringan, penuh warna dan bahagia.

    Bagaimana mi kalau begitu? Hahaha

  5. Ardian said, on March 11, 2019 at 12:53 am

    Saya sangat suka itu, people just want hear what they want to hear. Tapi terkadang kita juga perlu melakukan sedikit eksplanasi karena siapa tahu apa yang kita ucap adalah salah satu hal yang ingin orang dengarkan (yang ditulis juga).

  6. lelakibugis.net said, on March 11, 2019 at 4:07 am

    cara terbaik hidup bahagia di media sosial adalah mengurangi larut di dalamnya. matikan gawai, ambil buku atau interaksi langsung dengan orang yang ada di sekitar kita. niscaya hidup akan lebih ringan.

  7. sluggishjourney said, on March 11, 2019 at 9:45 am

    Menarik sekali. Dan memang benar adanya, sekeras apapun kita mencoba menjelaskan sesuatu jika memang yang mendengar tidak suka yah hanya akan masuk di telinga satu dan keluar dari telinga satunya haha. So, lets stop wasting our time 🙂

  8. Ayi said, on March 11, 2019 at 12:03 pm

    Dulu, saya salah satu orang yang gampang terpancing ribut di medsos. Sok-sok ikut komentar ini itu padahal saya ndak paham betul masalahnya. Ternyata yang begitu malah bikin saya capek sendiri. Sekarang saya lebih banyak pakai medsos untuk share hal-hal yang ringan-ringan saja. Yah, kecuali kalau ada sponsored post, hehehe.

  9. Raya Putra said, on March 11, 2019 at 11:54 pm

    Hal ini perlu banget memang diketahui anak jaman sekarang yang suka umbar aib dan segala-galanya di sosial media. Dengan begitu polosnya mereka meninggalkan jejak digital yang mungkin dia tidak sadari akan terus dilihat banyak orang.

  10. Siska Dwyta said, on March 12, 2019 at 1:37 am

    “Gak usah habiskan waktu dengan penjelasan berbusa-busa, toh orang gak akan peduli – mereka hanya mau mendengar apa yang mereka suka” kutipannya benar juga nih Daeng.

    Padahal maksud kita baik “meluruskan” tapi yah kebanyakan orang jaman zaman sekarang kayak gitu (mungkin juga saya termasuk) masa bodoh dengan nasihat orang lain.

    Tapi klu menyangkut masalah agama ya sebagai saudara memang kita punya tugas untuk menyampaikan, menasihati atau bahkan mengajak pada kebaikan, urusan mau didengar atau tidak ya itu kembali ke individunya masing-masing yang penting kita udah menyampaikan. Itu sih menurut saya.

  11. amawebid said, on March 12, 2019 at 2:24 am

    Di dunia maya, siapapun bisa menjadi apapun. Tapi sayangnya banyak yang memilih menjadi “stupid person” yang terlalu pusing sama kehidupan orang lain hehehe..
    padahal hidup di dunia maya mah segini asyiknya yah.. tinggal klik tombol like kalo suka, unfollow kalo bikin ga nyaman.

  12. andyhardiyanti said, on March 12, 2019 at 3:34 am

    Anda boleh berbuat apa saja, asal rambu umumnya jangan dilanggar. Anda boleh berkata apa saja, asal ingat jangan sampai membuat orang lain terluka. Anda boleh merasa diri benar, tapi tindakan anda dipantau oleh hukum.

    Quote di atas harus dibagikan di media sosial itu, Daeng. Supaya banyak yang baca dan belajar dari quote tersebut. Soalnya netizen sekarang itu gampang sekali berkomentar dan selalu merasa dia paling benar.


Leave a comment