…menulis untuk mencicil ketidaktahuan

Menang Siri’ Menang Pesse

Posted in Indonesia, Sejarah, Sulawesi Selatan by daengrusle on January 26, 2013

Khaerina Dian Milenia, ponakan cantikku

Pemimpin yang sejati adalah pemimpin yang menang di dua hal, menang siri’ dan menang pesse. Di satu sisi ia selalu menjaga kehormatannya dengan menjalankan amanat yang diemban dengan bersungguh-sungguh di jalur yang benar, dan di sisi lain ia juga memuliakan sesama dengan membangun empati sejati, tak peduli kawan atau lawan, elit atau jelata.

Kehormatan Bersendikan Empati

Wajo, negeri yang konon merupakan republik paling awal di nusantara ini sesungguhnya punya tradisi panjang melahirkan pemimpin yang berkarakter humanis. Tak hanya piawai menegakkan kehormatan (siri), tapi mereka juga setia merawat empati kemanusiaan (pesse).

Salah satu yang cukup dikenal dalam kronik kepahlawanan lokal daerah ini adalah sosok La Maddukelleng. Dikabarkan bahwa ia pernah mengurungkan niat menyusuri sungai Walanae dengan bala tentara perangnya di bulan April 1736 hanya karena menghargai Batari Toja Daeng Talaga, penguasa perempuan yang memerintah Bone. Menurut kearifan lokal Bugis yang diyakininya, tak elok seorang komandan perang memasuki daerah kekuasaan seorang perempuan, meskipun ia adalah seteru perangnya.

La Maddukelleng, yang saat itu masih berstatus “buronan Bone” dan bermaksud pulang ke kampung halamannya di Penekki memilih untuk memutar menghindari tanah kekuasaan maharatu Batari Toja, penguasa tiga kerajaan besar bugis kala itu: Bone, Soppeng dan Luwu. Akhir kisah perang di pertengahan abad 18M itu menyebutkan bahwa Wajo- sekutu setia Gowa dalam perang Makassar, kembali merengkuh kemerdekaannya dari telapak kaki kolonial VOC, pun tak lagi menjadi bawahan Bone. La Maddukelleng sendiri kelak ditahbiskan sebagai Arung Matoa Wajo ke-21 dan bergelar terhormat: ”Petta Pamaraddekai Tana Wajo” – yang memerdekakan tanah Wajo. (more…)

Tagged with: , ,