…menulis untuk mencicil ketidaktahuan

Kisah (sedih) Pannampu

Posted in Kenangan by daengrusle on August 26, 2007

Geliat pasar Pannampu adalah geliat subuh hingga matahari sepenggalah. Di pasar Pannampu, ratusan pagandeng, pedagang dengan sepeda berkeranjang, dari segala penjuru Makassar seakan menetapkan subuh sebagai penanda dimulainya pertemuan rutin mereka saban hari. Setiap hari, kecuali dua lebaran. Mereka, para pagandeng-pagandeng itu berbaur bersama pedagang lainnya; yang bermotor, bergerobak, hingga yang panggul menempati selasar blok perumahan Pannampu.

Pasar Pannampu dan kompleks perumahan nya mulai dibangun oleh developer CV Cahaya Rahmat, milik pengusaha Benny Gozal di awal tahun 1980-an. Kompleks ini terdiri dari empat blok perumahan yang mengitari Pasar Inpres Pannampu, pusat niaga lokal di kecamatan Tallo. Kami sekeluarga tinggal di salah satu rumah di blok perumahan itu, sejak awal dibukanya. Pada masa awal pembukaan pasar hingga tahun 1986, lingkungan pasar adalah lingkungan asri. Bersih dan tertib.

 

Pendulum kebahagiaan warga beranjak ke titik nadir, saat Pemda Ujungpandang menetapkan Pannampu sebagai area TPA di tahun 1986. Danau Pannampu yang terletak di belakang perumahan dijadikan sumbu disposal/pembuangan sampah kota. Menjadi TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

Seluruh sampah produksi seluruh warga dan industri di Makassar dibuang ke area ini. Bau busuk, penyakit dan jalan yang rusak menjadi pemandangan setiap hari. Pada tahun 1990, warga perumahan melakukan pemblokiran jalan masuk perumahan hingga truk-truk sampah tidak bisa masuk lagi, bersenjatakan parang dan badik. Sejak itu danau Pannampu yang sudah menjadi bukit sampah tidak dijadikan TPA lagi. Sampah-sampah yang sudah membukit itu kemudian mengalami settlement, rata dengan tanah. Area bekas sampah itu dijadikan pemukiman baru bagi ratusan keluarga.

Dua tahun berselang, pemerintah kota Makassar kembali mengusik perumahan itu. Pasar Terong yang sedianya hendak direnovasi kala itu, dan pemerintah memilih Pannampu sebagai tempat penampungan sementara para pedagang. Tapi para pedagang eks-pasar Terong lebih memilih selasar kompleks daripada pasar Pannampu sendiri. Dan ramai lah kembali perumahan kami dengan para pedagang yang kebanyakan pagandeng itu.

Pasar Pannampu kini memiliki dua pengertian lokasi yg berbeda. Yang pertama adalah Pasar Inpres Pannampu sendiri yang dikelola oleh PD Pasar Makassar. Yang kedua adalah selasar perumahan yang dijadikan tempat berjualan dan lebih ramai. Pasar Inpresnya sendiri saat ini seperti pasar tua yang menunggu diruntuhkan atau direnovasi. Sebahagian besar lods-lods (kios kecil) di pasar Inpresnya yang berjumlah 400-500 dibiarkan kosong, reot dan tak terurus. Di beberapa sisi pasar, genangan bisa setinggi lutut, seperti membentuk kubangan rawa dan ditumbuhi banyak tanaman liar. Yang dibuka oleh para pedagang hanya lods-lods di selasar utama. Itupun juga sepi dari pengunjung, sementara di luar, di selsarar perumahan, riuh ramai oleh pembeli dan penjual.

Di luar Pasar Inpres Pannampu, ada tiga selasar yang dijadikan pasar. Ketiga selasar ini adalah jalan selebar lima meter yang memisahkan perumahan dengan Pasar Inpres Pannampu. Rumah keluarga saya ada di perumahan sebelah timur pasar Pannampu, dan oleh orang tua saya dipermak menjadi toko, sama seperti rumah-rumah yang lain.

Akumulasi sampah TPA dan sisa dagangan para pagandeng meninggalkan masalah buat warga perumahan, selokan yang dulunya dalam dan rapi kemudian tersumbat. Pada setiap musim hujan, terjadi banjir hingga selutut. Para warga perumahan melakukan adaptasi dengan meninggikan lantai rumah hingga satu meter. Juga jalanan di selasar perumahan itu memberi masalah lain, becek berlumpur. Setiap kendaraan yang masuk, motor dan mobil, pasti kotor ketika melintasi jalan depan perumahan.

Para sopir taxi pasti bergidik kalau mendengar penumpangnya meminta diantar ke Pasar Pannampu, karena sudah pasti bakal kotor dan repot ketika melintasi jalan yang becek dan berkubang itu. Tapi sejak tahun 2006, jalan itu sudah diberi perkerasan batako hingga terlihat rapi. Itulah perubahan satu-satunya yang saya saksikan ketika terakhir meninggalkan Pannampu di tahun 1994.

Dibawah ini foto2 hiruk pikuk Pannampu, diambil di bulan Juli 2007.

7 Responses

Subscribe to comments with RSS.

  1. arhamkendari said, on August 28, 2007 at 9:31 am

    btw, panampu itu artinya “penumbuk” ya, Daeng..?
    CMIIW..

    tapi bagus juga tuh ditambahkan di”paddaengang”
    Dang Panampu..

    hehehe.. 😀

  2. sultan said, on August 28, 2007 at 9:42 am

    Pasar Pannampu,

    Saya kurang mengenal tentang ini. Pasar tradisional yang banyak dikenal di Makassar dan juga di daerah umumnya Pasar Terong untuk sayur mayurnya, pasar butung untuk kainnya, dan juga pasar Pa’baeng-baeng untuk kemacetan lalu lintasnya setiap hari.

    Daeng, sedih juga dengan kondisi pasar yang menyedihkan seperti ini. Karena pasar tradisional menjadi pusaran geliat ekonomi dan interaksi orang biasa (baca; golongan ekonomi lemah dan menengah). Orang berduit, ya.. ke mall. Jadi, mengabaikan pasar tradisional berarti melupakan orang biasa tadi.

    Tulisan yang menggugah. Semoga Aco jua membacanya, sehingga jangan hanya ke pasar di musim kampanye Pilwalkot.

  3. fitrasani said, on August 29, 2007 at 6:51 am

    namanya familiar tapi lupa t4nya dimana??? kl di tallo deket donk skulku (jubels) tapi bknnya yg deket situ pasar terong…
    ehmmm lupa 😀

  4. noertika said, on September 1, 2007 at 4:28 pm

    @arham: sa ndak tau juga ces apa artinya itu pannampu, yg pernah sa baca itu kayak gelar karaeng di kerajaan Gowa. Kalo penumbuk mungkin itu bhs makassarnya Pattumbuk…

    @sultan: thanks a lot daeng…mudah2an ada sentuhan pemerintah utk perbaikan. ndak usah warganya kesiang, cukup pasarnya saja direnovasi.

    @fitrasani: bukan deket tello, tapi deket Tallo. Dua nama yg mirip tapi berjauhan…he2. Betul, ini deket SMA 17 yg di Baraya itu.

  5. putee said, on September 12, 2007 at 8:57 am

    Pasar Pannampu…?
    Lamami tidak kesanaka lagi’.
    Ada dulu kejadian ngeri disana, waktu datangka dari kampung ada penumpang dari daerah diantar masuk kesana.
    Eh.. pas keluarki ada anak muda mabuk pukul ki belakangnya itu mobil fanther ka’ pas tong saya yang duduk di pinggir waktu itu.

  6. bambang said, on September 12, 2007 at 1:50 pm

    === ada tulisan bagus dan buku bagus di http://merdeka7.wordpress.com ==== copy paste saja

  7. indera said, on April 22, 2009 at 12:07 am

    mantap nih deskripsinya soal pannampu. Eh yg benar panampu ato pannampu?


Leave a reply to noertika Cancel reply